Tidak Salah, Tidak Benar Juga

Sudah menjadi kebiasaan sehari-hari kita dilalui dengan komunikasi. Sadar ataupun tidak, kita sering masuk dalam sebuah perlombaan ketangkasan dalam berpendapat. Beradu argumen untuk menentukan siapa yang lebih unggul.

Namun menarik untuk diperhatikan, tatkala seseorang seringkali tidak punya data atau sumber informasi untuk membantah, menyanggah, atau sekedar memberikan respon. Biasanya yang dijadikan pembenaran kalimat yang tidak bisa disalahkan, namun tidak mendekati sebuah kebenaran juga.

Ketika perdebatan dalam wilayah pengetahuan sudah maksimal, biasanya masuklah hal yang bersifat spiritual sebagai wujud pembenaran. Misalnya kita sedang mencari tahu kenapa laron hidup hanya kisaran satu malam saja, lalu yang didapati jawabannya (karena minimnya pengetahuan) ialah ”Tuhan yang menghidupkan dan mematikan segala ciptaanNya.”

Rasa keingintahuan yang sebenarnya bisa dicari formulasinya, seolah-olah dipupus sedemikian rupa dengan sebuah statement yang tidak bisa pula disalahkan. Seperti diberi pertanyaan 1 + 1 = ”bukan” 10. Iya, tidak salah tapi juga tidak mendekati kebenaran. Keluasan pengetahuan jadi mandheg, sedangkan kepastian jawaban belum juga ditemukan.

Tipikal-tipikal orang seperti ini sebenarnya dapat membantu kita untuk melakukan penilaian terhdaap sesuatu yang berpotensi membangun/menumbuhkan atau sebaliknya, menghancurkan/mematikan. Mungkin terlalu hiperbolis, akan tetapi dalam berkomunikasi kita juga seperti tumbuhan, yang membutuhkan energi positif dari lingkungan untuk tumbuh pula ke arah yang positif.

Apakah kita akan membiarkan diri ini terjebak? Atau sebaliknya, kita buat skenario yang berbanding terbalik? Kita mwsti waspada, jangan sampai kebiasaan kritik justru berubah menjadi haters, yang seharusnya penuh dengan cinta, namun malah dikeruhkan dengan mental sungkan kasoran (sulit berendah hati).

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.