All posts by satyadharma

~ perindu angan, pencandu makna ~

Mempersiapkan Kebinasaan Diri

Tantangan terbesar dari mencintai adalah kita tidak akan selalu mendapati ekspektasi atas sesuatu yang telah dicintai. Segala upaya hanya akan menimbulkan ketidaktepatan langkah untuk mengekspresikan perasaan. Tapi, itulah alur terseru dari suatu romansa yang terbangun karena sedikit memacu adrenalin.

Tidak bisa kita selalu baik-baik saja, pun tidak bisa selamanya juga kita sedang tidak baik-baik saja. Dinamika keadaan akan selalu msnghampiri dengan segala tawaran kebaikan sekaligus keburukannya. Hingga kadang menciptakan sangka yang kita anggap baik, justru mendatangkan sesuatu yang buruk. Begitupun sebaliknya.

Permainan ini akan terus berlalu tanpa kita mengetahui akhir. Bertahan bukan berarti bodoh. Pergi pun tak lantas berarti menyerah. Semuanya datang membawa kemasan kebahagiaan dan kesedihannya sendiri. Tinggal kenikmatan mana yang akhirnya kita pilih untuk didustakan?

Apa saja rahmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia, maka tidak ada yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan-Nya, maka tak ada yang akan sanggup melepaskannya setelah itu.” (35:2)

Nafsu akan menuntun kita pada kemenangan yang dianggap memiliki satu paket dengan kebahagiaan. Hati terkadang mengajak kita untuk memilih kesedihan dengan kesiapan untuk dianggap kalah, asal itu tak mengkhianati niatan awal untuk tetap tegas dengan lontaran kata cinta yang telah dinyatakannya.

Hidup itu harus siap dengan segala basa-basinya. Asalkan tidak tenggelam dalam rasa yang nanti berkemungkinan untuk membinasakan kita. Jangan mudah berasumsi sebelum banyak menimbang diri.

Maka apakah pantas orang yang dijadikan terasa indah perbuatan buruknya, lalu menganggap baik perbuatannya itu? Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Maka jangan engkau biarkan dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.(35:8)

Tapi siapakah kita hingga berhak mengetahui rahasia yang baik dan yang buruk itu? Bisa jadi itu hanya suatu penilaian yang tidak tepat sekalipun kesimpulan pernyataan itu sudah banyak diperbincangkan. Dunia hanya selalu bermain dan menari pada kisaran “seolah-olah”. Tanpa sekalipun mau menyibakkan kesejatiannya. Dunia hanya penuh dengan retorika yang malu terhadap kejujurannya. Kecuali kepada Malaikat Izroil dengan ketegasannya yang akhirnya mampu mengambil sejumput tanah dunia untuk dibawa kembali menghadap Tuhan, hingga dijadikanlah manusia.

Cinta tidak bertumpu pada hasil. Cinta selalu mengajarkan buliran-buliran kelembutan proses yang senantiasa menumbuhkan diri. Cinta bukan kesementaraan, akan tetapi cinta mampu membawa ke keabadian. Cinta tidak bisa memastikan siang atau malam. Namun dengan cinta, mampu menghidupkan kembali apa yang sudah dianggap mati.

“Dan Allah-lah yang mengirimkan angin; lalu (angin itu) menggerakkan awan, maka Kami arahkan awan itu ke suatu negeri yang mati (tandus) lalu dengan hujan itu Kami hidupkan bumi setelah mati (kering). Seperti itulah kebangkitan itu.”

Bahkan dengan kata-kata ini yang senantiasa bergerak dan menari di haribaan cintanya. Yang selalu menemani meski banyak dicampakkan, yang selalu percaya meski selalu terkhianati. Tanpa perlu engkau baca dan menyanjungnya, namun mengapa engkau siap jika harus menghujatnya? Kecuali kalau engkau memang sedang mempersiapkan kebinasaan. Tapi, bisakah sedikit saja engkau berpikir?

Berbagi Menjadi Mantra

Di dalam relung hati yang penuh intrik,

kita tukar rahasia dalam senandung cinta.

Seperti malam yang merayu matahari nan terik,

kau ambil kejutan, aku beri kelegaan.

Dalam genggaman tangan yang tak terlepas,

kita bermain-main dengan takdir yang gelisah.

Seperti bulan yang mencuri cahaya dari matahari,

kau ambil kekuatan, aku beri keindahan.

Di dalam pelukan yang memikat bumi dan langit,

kita menciptakan dunia yang tak terhingga.

Seperti aliran sungai yang berlari ke laut,

kau ambil hidupku, aku beri cintaku.

Dalam kisah ini, berbagi menjadi mantra,

romantisme yang abadi, tiada batas atau tamat.

Kita berdua larut dalam harmoni kelana

Kau ambil dan kuberi, takkan pernah habis.

***

4 Agustus 2023

Subjektivitas yang Merajalela

Kita hidup dalam dunia yang semakin terhubung, namun ironisnya, kita juga hidup dalam era subjektivitas yang merajalela. Fenomena ini semakin memperluas jurang antara pandangan subjektif dan pemahaman yang lebih mendalam. Di tengah maraknya informasi dan pandangan pribadi yang berseliweran, kita sering kali lupa untuk benar-benar memahami apa yang terjadi di sekitar kita. Inilah sebuah tantangan penting yang perlu kita telusuri dalam coretan kali ini.

Subjektivitas adalah pandangan atau penilaian yang dipengaruhi oleh pandangan pribadi, perasaan, atau preferensi individu. Ini adalah pandangan yang tidak selalu didasarkan pada fakta atau pemahaman yang mendalam tentang suatu fenomena. Di era media sosial yang memungkinkan setiap orang memiliki platform untuk berbicara, pandangan subjektif sering kali mendominasi percakapan.

Sementara itu, pemahaman mendalam adalah upaya untuk benar-benar memahami suatu fenomena atau masalah. Ini melibatkan penelitian, analisis, dan penilaian yang berdasarkan pada fakta dan bukti yang kuat. Pemahaman mendalam memerlukan waktu dan usaha, tetapi itu adalah fondasi yang kuat untuk membuat keputusan yang informasi dan pandangan yang lebih baik.

Salah satu masalah utama dengan subjektivitas adalah bahwa itu sering kali menghasilkan persepsi yang kurang tepat atau tersesat. Ketika orang hanya berbicara berdasarkan perasaan atau pandangan pribadi tanpa memahami lebih dalam, kita sering kali mendapati situasi yang memanas karena ketidakpahaman dan ketidaksetujuan.

Teringat suatu ayat, Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita, maka selidikilah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu yang telah kamu lakukan.(49:6)

Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu menyelidiki dan mencari pemahaman yang mendalam sebelum membuat penilaian atau mengambil tindakan. Ini adalah prinsip yang penting dalam menghadapi subjektivitas yang merajalela.

Tak jauh dari itu, media sosial adalah salah satu faktor utama yang memperkuat subjektivitas dalam masyarakat modern. Di platform ini, setiap orang dapat berbicara tentang apa pun dengan pandangan pribadi mereka. Sayangnya, itu juga sering menjadi tempat di mana berita palsu atau informasi yang salah dapat menyebar dengan cepat. Seperti yang telah menjadi pesan dari junjungan kita, “Diantara tanda hari kiamat adalah banyaknya pendusta dan sedikitnya orang yang dapat dipercaya.(HR. Bukhari)

Ini adalah peringatan tentang bahaya berbicara tanpa kebenaran, yang dapat merusak kepercayaan dan menyebabkan subjektivitas yang merajalela. Kita harus berhati-hati dengan apa yang kita sampaikan di media sosial dan selalu mencari kebenaran sebelum membagikan informasi.

***

Salah satu cara untuk mengatasi subjektivitas adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang baik harus mempromosikan pemahaman yang mendalam dan kritis tentang dunia di sekitar kita. Itu harus mendorong kemampuan untuk menganalisis, mempertanyakan, dan mencari kebenaran.

Kitab (Al-Quran) ini adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang berakal memikirkannya.(38:29)

Ini adalah panggilan untuk berpikir dan merenung atas tanda-tanda Allah di alam semesta. Itu juga berlaku untuk pemahaman tentang masalah sosial, politik, dan budaya yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam dunia yang penuh dengan subjektivitas, kita harus aktif mencari pemahaman yang mendalam. Kita harus berusaha untuk mencari kebenaran dan memahami fenomena dengan baik sebelum membuat penilaian atau mengambil tindakan. Kita juga harus berhati-hati dengan informasi yang kita konsumsi dan bagikan di media sosial.

Mengingatkan diri kita tentang pentingnya pemahaman yang mendalam adalah kunci untuk mengatasi subjektivitas yang merajalela. Dengan begitu, kita dapat membangun masyarakat yang lebih berwawasan dan bijaksana, di mana pemahaman yang mendalam menjadi landasan bagi keputusan dan tindakan kita.

Mengingat Jasa Para Pejuang Kemerdekaan

Ketika kita melangkah maju dalam zaman yang terus berubah, sering kali kita melupakan akar sejarah kita. Generasi penerus bangsa, kita adalah pemegang tongkat estafet kehidupan yang diberikan kepada kita oleh para pejuang kemerdekaan kita. Ini adalah tongkat estafet yang berharga, dan di dalamnya terdapat cerita, perjuangan, dan pengorbanan yang mengesankan. Namun, ironisnya, semakin kita maju, semakin kita cenderung melupakan jasa-jasa mereka yang telah membayar harga kemerdekaan kita.Para pejuang kemerdekaan adalah pilar-pilar kekuatan yang membawa bangsa ini keluar dari masa lalu yang kelam menuju masa depan yang lebih cerah. Mereka adalah matahari terbit bangsa kita yang memberikan sinar bagi generasi-generasi yang akan datang. Namun, ketika matahari telah mencapai puncaknya, kita sering kali lupa bahwa sinar tersebut berasal dari matahari itu sendiri. Para pejuang kemerdekaan adalah akar sejarah kita, dan kita tidak boleh melupakan akar tersebut jika kita ingin menjaga pohon yang tumbuh dari akarnya.Kita, generasi penerus bangsa, tumbuh dalam era informasi yang canggih. Teknologi telah membuka pintu dunia bagi kita dan memberikan akses tak terbatas ke berbagai budaya, hiburan, dan tren global. Namun, di tengah gemerlapnya budaya kekinian, kita sering kali terbawa arus dan melupakan esensi dari jasa-jasa pejuang kemerdekaan. Kita cenderung lebih akrab dengan bintang-bintang pop atau tren mode daripada dengan cerita perjuangan pahlawan kita.Pertanyaannya adalah, mengapa kita harus mengingat? Mengapa kita harus terus-menerus merenungkan jasa para pejuang kemerdekaan? Salah satu alasannya adalah agar kita tidak pernah lupa daratan tempat kita berpijak. Tanpa memahami bagaimana bangsa ini memperoleh kemerdekaannya, kita akan kehilangan identitas kita sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Kita akan kehilangan pemahaman tentang apa yang telah dicapai oleh para pejuang kemerdekaan kita dan apa yang harus kita pertahankan.Selain itu, mengingat jasa para pejuang kemerdekaan adalah cara untuk menghormati dan menghargai mereka. Mereka telah mengorbankan banyak hal, termasuk nyawa mereka sendiri, untuk membawa kita ke dalam dunia yang kita nikmati hari ini. Mengingat jasa mereka adalah bentuk penghargaan dan penghormatan yang pantas mereka terima.***Mengingat jasa para pejuang kemerdekaan tidak harus dalam bentuk yang rumit atau kuno. Kita dapat melakukannya dengan cara yang sesuai dengan budaya dan gaya hidup kita yang modern. Berikut beberapa cara yang bisa kita lakukan:

  1. Mengikuti Sumber Daya Digital: Ada banyak sumber daya digital seperti situs web, aplikasi, dan saluran media sosial yang dapat membantu kita memahami sejarah dan perjuangan kemerdekaan. Mengikuti akun-akun yang berbagi konten sejarah adalah cara yang bagus untuk tetap terhubung dengan akar sejarah kita.Menghadiri Acara dan Pameran: Menghadiri acara-acara sejarah, pameran, atau pertemuan dengan para veteran adalah cara nyata untuk merasakan sejarah. Melihat artefak sejarah dan mendengarkan cerita langsung dari para saksi sejarah adalah pengalaman berharga.Membaca Buku dan Menonton Film: Ada banyak buku dan film yang mengisahkan perjuangan kemerdekaan kita. Mengalokasikan waktu untuk membaca buku-buku sejarah atau menonton film-film yang relevan adalah cara yang baik untuk memahami lebih dalam.Berbicara dengan Keluarga dan Orang Tua: Bicaralah dengan keluarga dan orang tua Anda. Mereka mungkin memiliki cerita-cerita tentang peran keluarga dalam perjuangan kemerdekaan. Mendengarkan pengalaman mereka adalah cara yang baik untuk terhubung dengan sejarah pribadi kita.Mengenakan Simbol Kemerdekaan: Mengenakan simbol kemerdekaan seperti bendera nasional atau pakaian dengan motif sejarah adalah cara untuk mengenang jasa para pejuang kemerdekaan setiap hari.

Ketika kita mengingat jasa para pejuang kemerdekaan, kita juga mengingatkan diri kita sendiri tentang pentingnya nilai-nilai seperti kemerdekaan, persatuan, dan patriotisme. Kita diingatkan bahwa kemerdekaan bukanlah hak yang diberikan begitu saja, melainkan sesuatu yang harus dijaga dan dipertahankan.Sebagai generasi penerus bangsa, kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga semangat dan nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh para pejuang kemerdekaan. Dalam dunia yang terus berubah dengan cepat, kita tidak boleh melupakan akar sejarah kita yang kuat. Mari kita terus mengenang dan menghormati jasa mereka, bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai wujud cinta dan penghargaan kepada tanah air kita yang merdeka.

Satu yang Tak Terpisahkan

NYK | 025

Bagaimana aku bisa mengetahui tujuan ini jika hanya engkau yang mengetahui jalan itu? Sebenarnya tidak ada sesuatu apapun di tempat ini, sekalipun engkau mengatakan banyak hal yang sebenarnya dapat diri ini lihat dan memberikan arah tujuan tersebut. Bahkan semua yang telah diketahui dan banyak dirasakan, dia tidak berada di suatu tempat yang mampu kita menuju kepadanya.

Kalau saja tujuan itu banyak diri ini ketahui telah tersimpan dalam hati, yang sesekali diri ini banyak bertemu dengannya di alam pikiran. Atau seringkali diri membelainya dengan tangan lembut ini atau banyak membicarakannya dengan mulut lamis ini, apakah “aku” dapat memastikan bahwa saya dapat menemukan dan menemukannya?

Sekalipun banyak kukoyak bagian itu satu-persatu dan menghancurkannya berkeping-keping, tidak ada satupun alasan yang cukup kuat untuk membuktikan sumber dari segala manifestasi rasa yang terwujud denganmu.  Bagaimana mungkin aku mampu mengetahui jika keadaan diri sendiri saja tidak pernah bisa dipastikan? Terlebih jika kita sendiri tidak mengetahui tentang binatang yang hidup dalam diri.

Lalu diri yang lain berkata bahwa ia berada di sisi yang lain atau di luar diri. Bagaimana bisa engkau memastikan? Apa engkau pernah menapaki ketidakterbatasan ini jengkal demi jengkal? Mungkin saja benar bahwa ia berada di dalam dan di luar diri, tapi itu tidak sepenuhnya benar. Tidak ada tempat yang mampu menampungnya, sebab hanya Dia yang meliputi segalanya.

Perjalanan ini masih terasa pincang meski hal tersebut tak menjadikan alasan untuk berhenti melangkah. Mungkin saja, kehadiranmu mampu membuat sedikit lupa akan keterpincangan yang selama ini dialami. Itupun mungkin bukan karena inginmu, ataupun inginku, karena keinginan kita hanyalah sebagian kecil dari keinginan yang meliputi seluruhnya.

Kasih, jika datang sebuah tanya, “Tidakkah engkau serius?” Sesekali engkau bisa melihat kembali dan bertanya, adakah sesuatu yang tidak serius? Mungkin saja semua ini hanya bagian dari sebuah permainan yang penuh sandiwara, tapi engkau bisa menilai bahwa ada sesuatu yang serius di balik segala permainan ini. Sekalipun itu sangat lembut dan tersembunyi, dan mungkin saja kini engkau sedikit mulai mengenalinya setelah pertemuan ini.

Kalaupun ini semua adalah cinta, ia akan berada di depanmu, tinggal di sampingmu, bahkan terus mengikuti di belakangmu. Meski semua kata seolah jadi membatalkan niat ketulusannya, namun semua tak lebih hanya sebagian cara untuk memesrai kerinduan. Sebab, ia akan kembali lagi ke tempat asalnya, kecuali engkau memberanikan diri untuk memanggilnya.

Dan mungkin pula engkau mesti tahu, sekalipun diri ini menuliskan atau banyak menyatakan, sesungguhnya bukan diri ini yang melakukannya. Diri ini hanyalah anak panah yang tak akan pernah melesat tanpa busur dan sesuatu yang menariknya.  Oleh sebab itu pula, aku memilih mencintamu dalam diam karena tidak akan ada penolakan. Meskipun justru membuat diri seolah-olah nampak seperti pengecut.

Tapi akankah ada arti seorang pahlawan tanpa adanya pengecut? Adakah kejahatan di dunia ini yang tidak mengandung kebaikan? Adakah segala gelap yang engkau tawarkan tak kau isi dengan cahaya? Sedangkan, semua yang membuat perbedaan sesungguhnya berasal dari satu, bukan? Apakah mungkin itu semua dipisahkan?

Kasih, diri ini mungkin akan memilih sesuatu yang berlawanan dengan segala keinginanmu. Tidak akan mengintimidasi apa yang sudah menjadi harapanmu. Lakukanlah. Sekalipun berlawanan, namun diri ini mungkin tidak akan sanggup terlepas, hanya agar dirimu mampu tetap tegak dalam keseimbangan langkahmu.

Kasih, mungkin saja ini akhir, tapi tidakkah di saat yang sama “akhir” juga berarti sebuah pertanda akan sebuah awal?

Keajaiban Spiritual

Tadabbur Selasan | 191

Di tengah malam yang sunyi, di kediaman Mas Mizhar, Dusun Tanjung, Muntilan, pada malam yang bersemangat, tepat pada tanggal 1 Agustus 2023, terjalinlah sebuah perjumpaan spiritual yang begitu merasuk, sebuah tadabbur tersirat, membentuk panggung rasa yang mendalam. Wirid dan sholawat dalam “Selasan Maneges Qudroh” menjadi pelipur lara jiwa yang penuh makna, bahkan meskipun hanya beberapa di antara kita yang hadir.

Di bawah cahaya bulan yang berseri, hati-hati yang tulus berkumpul untuk mengeja dzikir kepada Sang Pencipta. Pada satu waktu, suasana seketika menjadi haru, setiap kata sholawat yang dilantunkan seolah menjadi seuntai permohonan dan penghormatan kepada Nabi yang menjadi penunjuk jalan bagi umat manusia. Mungkin hanya sedikit di antara kita yang hadir, tetapi energi spiritual yang dihasilkan terasa begitu kuat, seakan-akan memenuhi ruangan.

Wirid dan sholawat menjadi jembatan yang menghubungkan kita dengan yang Maha Kuasa. Saat suara-suara yang penuh pengabdian mengalun, hati kita menjadi alat musik yang merespon getaran keagungan Ilahi. Kita menjadi saksi betapa cinta dan penghormatan kepada Rasulullah Saw adalah tali yang mengikat hati kita dengan keharmonisan semesta.

Pada malam itu, di antara bintang-bintang yang bersinar di langit, kita menemukan betapa kehadiran kita dalam tadabbur yang didapati masing-masing dari dulur yang datang, dan wirid yang terlantun adalah pengakuan akan keterhubungan kita dengan seluruh alam semesta. Seakan-akan langit dan bumi ikut bersholawat, menyambut kehadiran kita yang begitu rindu kepada Yang Maha Agung.

Dalam sepi malam yang menenangkan di dalah satu sudut dusun, wirid dan sholawat menjadi bahasa hati kita, bahasa yang tidak perlu diterjemahkan. Meskipun tidak banyak yang hadir, energi sukma yang mengalir adalah seperti sungai yang memenuhi dasar hati kita dengan ketenangan. Di sana, di bawah cahaya yang tulus, kita merasakan rahmat dan cinta-Nya yang tak terbatas.

Wirid dan sholawat Selasan Maneges Qudroh mengajarkan kita bahwa kebersamaan dalam kebaikan adalah sumber kekuatan yang luar biasa. Mungkin hanya sedikit yang hadir, tetapi semangat dan dedikasi kita melalui wirid dan sholawat mengingatkan kita bahwa Allah selalu mendengar doa dan tanda kasih kita kepada-Nya. Dan dalam pelukan dzikir, kita merasakan kehadiran Nabi sebagai teladan sempurna bagi kita, menginspirasi kita untuk terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

Malam itu, di kediaman Mas Mizhar, Dusun Tanjung, Muntilan, akan selalu menjadi bagian berharga dalam ingatan kita. Wirid dan sholawat menggambarkan betapa kita dapat bersatu, bahkan dalam jumlah yang terbatas, untuk mengingat Allah Swt dan menghormati Rasulullah Saw. Dengan tadabbur yang dalam, sesungguhnya kita mampu merasakan keajaiban spiritual, dan di dalamnya, kita menemukan makna yang sebenarnya dalam kehidupan kita.

***

Dusun Tanjung, 1 Agustus 2023

Polusi-Solusi

Ibukota Jakarta, ibu kota kita yang padat penduduk, adalah tempat di mana berbagai budaya, bisnis, dan kehidupan bersatu. Namun, di balik kilau gemerlapnya, kita juga menghadapi tantangan yang merusak kualitas hidup kita secara perlahan namun pasti: polusi udara. Polusi udara kini menjadi masalah yang semakin akut, dan tindakan perlu diambil untuk mengatasi krisis ini. Bisakah kita akan menjelajahi fenomena polusi udara di Jakarta dan mencari solusi-solusi yang mungkin untuk menghadapinya?

Polusi udara adalah ancaman yang serius terhadap kesehatan dan lingkungan kita, meskipun sering kali tidak terlihat secara langsung. Partikel-partikel mikroskopis dan senyawa kimia berbahaya terkandung dalam udara yang kita hirup setiap hari. Ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, mulai dari penyakit pernapasan hingga penyakit jantung dan bahkan kanker.

Penyebab polusi udara di Jakarta sangat kompleks. Lalu lintas yang padat, pembakaran sampah yang tidak terkendali, dan industri yang berkembang pesat semuanya berkontribusi pada pelepasan polutan ke udara. Selain itu, faktor geografis Jakarta yang rendah dan berada di dekat laut juga membuat kota ini rentan terhadap kabut asap dan polusi udara.

Dampak polusi udara terasa nyata di Jakarta. Penduduk kota ini semakin menderita akibat penyakit pernapasan, seperti asma dan bronkitis. Anak-anak dan orang tua terutama rentan terhadap dampak buruk polusi udara ini. Selain itu, polusi udara juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan, seperti biaya perawatan kesehatan yang meningkat dan penurunan produktivitas.

Mengatasi masalah polusi udara adalah tugas bersama kita. Beberapa solusi yang dapat kita pertimbangkan adalah:

1. Transportasi Publik yang Lebih Baik

Salah satu penyumbang besar polusi udara di Jakarta adalah lalu lintas yang padat. Investasi dalam sistem transportasi publik yang lebih efisien dan ramah lingkungan, seperti kereta api cepat atau bus listrik, dapat membantu mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan.

2. Pengelolaan Sampah yang Lebih Baik

Pengelolaan sampah yang buruk juga merupakan faktor penting dalam polusi udara. Memperbaiki sistem pengelolaan sampah, termasuk daur ulang dan pembakaran yang lebih efisien, dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada polusi udara.

3. Penanaman Pohon dan Ruang Terbuka Hijau

Penanaman pohon dan pembangunan ruang terbuka hijau dapat membantu menyaring polutan udara dan memberikan oksigen yang lebih bersih bagi penduduk Jakarta. Inisiatif ini juga akan membuat kota ini lebih nyaman dan indah.

4. Pengendalian Emisi Industri

Industri-industri di Jakarta harus diawasi lebih ketat untuk mengurangi emisi polutan. Pembatasan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dan teknologi ramah lingkungan dapat membantu mengurangi dampak polusi industri.

5. Edukasi Masyarakat

Pendidikan masyarakat tentang dampak polusi udara dan cara menguranginya sangat penting. Masyarakat perlu tahu bagaimana cara melindungi diri mereka sendiri dan berkontribusi pada upaya mengurangi polusi udara.

Polusi udara adalah masalah serius di Jakarta yang mempengaruhi kualitas hidup dan kesehatan penduduknya. Namun, dengan tindakan yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat, kita dapat mengatasi masalah ini. Penting untuk ingat bahwa menjaga udara bersih adalah tanggung jawab kita sebagai manusia yang peduli terhadap lingkungan dan kesehatan kita sendiri. Dengan solusi yang tepat, kita dapat menjadikan Jakarta kota yang lebih bersih, hijau, dan sehat untuk generasi-generasi yang akan datang.

Tapi, akankah hal itu bisa terwujud jika gaya hidup dan kebutuhan mendorong kita untuk memiliki kebiasaan mobilitas yang tinggi? Haruskah kita berhenti sejanak? Atau sewaktu-waktu harus dipaksa berhenti? Seperti pengalaman pandemi kemarin.

“Soul-Harm”

Salah satu indikasi gejala psikologi ini adalah kebiasaan menyakiti diri agar bisa melampiaskan perasaannya. Dengan beberapa kecendurungan yang bisa diidentifikasi dengan data-data yang telah diteliti.

Teringat pesan Simbah kalau ilmu psikologi hanya mengetahui tanda-tanda yang nampak pada permukaan diri. Karena belum bisa memastikan kebenaran apa yang sesungguhnya ada di dalam diri. Sifatnya umumnya atau kebanyakan. Termasuk istilah self-harm itu sendiri yang menyakiti fisik diri, tapi bagaimana jika yang disakiti itu batinnya? Apakah istilah psikologinya masih sama?

Terutama jika dikaitkan dengan pendalaman spiritual. Tentu yang dirasakan adalah gejolak batin seperti roller coaster. Untuk mendapati ilmu-ilmu spiritual tertentu, terkadang selalu saja dihadapkan dengan penilaian melalui pengalaman langsung. Yang tidak bisa hal itu dikatakan baik-baik saja, karena selalu batin atau hati selalu menjadi sasaran pertumbuhan dan keluasan. Bahagia bukan pilihan karena rasa sakit yang selalu diberikan. Nikmat yang cenderung memiliki asumsi terhadap kebahagiaan, tapi yang dialami nikmat yang dirasa justru sebaliknya.

Apakah ada yang menginginkan rasa sakit? Tentu saja tidak! Hanya saja, itu seperti sudah menjadi suatu fase atau syarat untuk mendapati salah satu puncak kenikmatan yang hasilnya bisa berbuah ilmu.

Ilmu itu ibarat sebuah kunci lemari perkakasmu yang siap untuk digunakan di waktu yang masih kita belum ketahui kedepannya. Kunci nikmat, kunci syukur, kunci sabar, kunci iman, dan masih banyak lagi kunci yang lainnya. Yang bisa dipergunakan tidak hanya diri, tapi dipinjamkan atau diduplikatkan untuk orang lain pula.

Karena tipikal manusia sangat banyak. Ada yang mau sedikit banyak menyusun langkah-langkah sebelum benar-benar melakukan suatu tindakan. Ada yang cenderung memilih sesuatu yang praktis mengambil kenikmatan apa yang telah diupayakan orang lain. Ada yang suka mencuri diam-diam karena takut dengan anggapan/asumsi/prasangka. Ada yang sengaja mencuri karena keterpaksaan yang menghimpit diri. Dan masih banyak lagi.

Banyak yang harus diikuti tidak hanya sekedar disepakati dengan segala konsekuensinya, dan juga menjaga kesediaan dirinya terhadap komitmen yang telah dilontarkannya. Kita sedang tidak berlomba, tapi kita sedang saling menemani langkah untuk menggapai tujuan bersama.

Lantas jika sakit itu menjadi bagian yang pasti, manakah yang akan engkau ambil antara melukai atau memilih terlukai? Apalagi untuk mencari Tuhanmu, sudah pasti jiwamu akan menjadi tawanan bahkan menjadi salah satu bagian yang mesti dikorbankan. Menjadi sebuah persembahan yang selalu mengalami proses penyucian.

Guratan Gelap yang Akrab

Di bawah cahaya rembulan yang lembut,

Waktu dan ruang kami peluk erat

Melangkah bersama dalam senyap malam

Mengukir kisah bahagia menuju takdir yang abadi

Jejak langkah pun saling berpaut

Sepanjang jalan, cerita terjalin kian dalam

Kita berjalan, seperti dua jiwa yang seirama,

Di malam yang tak pernah lelah menyajikan misteri

Sepanjang jalan pulang dengan guratan gelap yang akrab,

Kita menemukan sinar dalam kebersamaan

Waktu terhenti sejenak, dunia mereda,

Terasa hanya kita dan malam yang tulus mencinta.

***

29 Juli 2023

Logika dan Rasa yang Mesti Berjalan Selaras

Di tengah heningnya alam semesta, terhamparlah kisah puitis yang tak pernah surut: kisah tentang intelektualitas yang memadukan harmoni logika dan rasa dalam perjalanan beriman. Seperti dua sayap seekor burung yang membelah angkasa, begitulah intelektualitas dan keimanan harus bersinergi, membentuk simpul harmoni yang menuntun manusia menuju pemahaman yang lebih dalam akan eksistensi dan Tuhan Yang Maha Esa.

Logika, sebagai cahaya yang menerangi relung pikiran, membimbing manusia menelusuri lorong-lorong keraguan dan tanya yang menggelitik. Namun, tanpa sentuhan rasa, cahaya logika mungkin akan menjadi dingin, menyisakan kerangka tanpa jiwa. Rasa, bagaikan aliran sungai yang mengalir dari relung hati, memberikan makna pada setiap langkah yang diambil. Namun, tanpa panduan logika, aliran sungai itu mungkin takkan pernah sampai pada laut kebenaran.

Seiring perjalanan sejarah, banyak tokoh intelektual dan spiritual yang memancarkan sinar kearifan mengenai pentingnya menyatukan logika dan rasa dalam bingkai keimanan. Ibnu Sina, seorang filsuf besar, pernah berkata, “Ketika logika dan rasa bersatu, ia adalah separuh dari agama.” Dalam ungkapan yang samar, ia merangkai makna bahwa keimanan yang sungguh-sungguh perlu bermuara pada penyelarasan logika dan rasa.

Rasulullah SAW, sebagai contoh terbaik bagi seluruh umat manusia, menunjukkan harmoni ini dalam setiap tindak dan perkataannya. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Daud, beliau bersabda, “Mintalah ilmu, karena mencari ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” Hadits ini mencerminkan arah pandang yang memperjelas hubungan erat antara intelektualitas dan keimanan. Rasulullah SAW mengilhami agar manusia membangun dasar keimanannya dengan ilmu, dan ilmu itu sendiri mampu ditemukan melalui upaya logika yang tekun dan rasa yang mendalam.

Intelektualitas dan keimanan bukanlah dua jalur yang terpisah, melainkan jaringan saraf yang saling mengisi dan melengkapi. Bagai helai-helai benang di tenun, logika dan rasa memainkan perannya dalam membentuk kain keimanan yang kuat dan rapi. Dalam Islam, ilmu dan agama bukanlah dua dunia terpisah; sebaliknya, keduanya haruslah menyatu dalam tali yang tak terputus.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menemukan contoh bagaimana intelektualitas dan keimanan saling berpadu. Saat seseorang berintrospeksi, meneropong tanda-tanda kehidupan di alam semesta, dan merenungkan hikmah di baliknya, ia menggunakan logikanya untuk memahami rahasia-rahasia Tuhan. Namun, saat ia merasakan keindahan matahari terbit, mendengar raungan ombak, atau tersenyum ketika melihat anak-anak bermain, ia merasakan hadirnya Tuhan dalam rasa.

Dalam kata-kata Jalaluddin Rumi, seorang sufi terkemuka, terbukti juga keselarasan intelektualitas dan keimanan: “Ketika aku berbicara tentang logika, itu adalah sesuatu yang berasal dari pikiran. Tetapi ketika aku berbicara tentang rasa, itu adalah sesuatu yang berasal dari hati.” Dalam pernyataan yang begitu dalam, Rumi memperlihatkan bagaimana keduanya mampu berdampingan, menciptakan syair kebermaknaan yang mempesona.

Sejatinya, intelektualitas dalam beriman bukanlah medan pertempuran, melainkan taman harmoni yang mengundang manusia untuk merenungi kebesaran Tuhan melalui berbagai dimensi. Logika memberikan fondasi kuat pada keimanan, sementara rasa memberikan sentuhan kemanusiaan pada pemahaman akan Ilahi. Seiring waktu, semakin dalam kita menelusuri lorong-lorong pikiran dan merenungkan getaran batin, semakin nyatalah keindahan hubungan yang mesti dijaga antara logika dan rasa dalam perjalanan spiritual ini.