air mata palsuku ini selalu keluar
menangisi kehidupan semesta derita
mencoba untuk mengisi kehidupannya
tanpa tahu harus melangkah darimana
kasih,
tidakkah engkau mendengarku?
tak pernah tahu aku arti berangkat
tanpa engkau memulai menjemputku
hingga engkau tunjukkan setapak jalan
yang gelap, sunyi, dan hanya aku
kasih,
tidakkah engkau menuntunku?
kulalui jalan ini dengan pelita rindu
ketika mencoba menembus lahudmu
menggumam keras di gua kalbuku
meluruhkan angan di kefanaan aku
kasih,
bisakah engkau tetap bersamaku?
mertoyudan, 8 Mei 2016
Category Archives: ruang
ibu
dua pertiga malam selalu engkau paksakan sadar
kokok ayam yang memecah sunyi selalu kau dahului
mengumpulkan segala daya untuk kau nafkahi
siap menyambut Sang Malaikat fajar dengan ketidakberdayaan
oh ibu, malaikatku....
segalaku bergantung keridhaanmu....
ratapan pilu yang kau sembunyikan dalam bilik sukmamu
senyum ikhlasmu yang terlukis indah melayang dalam anganku
mewarnai sunyi kelamnya jalan anakmu menimpa qalbu
menggoreskan tulisan dalam batin untuk mengajarkan kesejatiaan
oh ibu, penuntun hidupku....
naungan rahmatmu, harapanku....
lirih suaramu terngiang jelas memecah telingaku
segala lakumu menitipkan ayat-ayat ketauhidan
menahan lara yang selalu ingin anakmu teriakkan
menepikan kesendiriaan yang menjadi teman sejati raganya
oh ibu, penerang gelapku....
cahayaku berawal dari restumu....
keringatmu mampu kau sulap menjadi kebahagiaan
tetes peluhmu kau biarkan menjadi kesetiaanku
kucuran sayangmu kau berikan tanpa harapan imbalan
ketulusanmu melululantahkan segala kedurhakaanku
oh ibu, sandaran sukmaku....
keselamatanku buah ampunanmu....
wahai para kekasih rahasia Tuhanku sampaikan salamku
yang tak sempat terucap
"mengenalmu, memilikimu, ibu... adalah anugerah terbesar dan terindah dalam hidupku,
aku sayang engkau, ibu....
terimakasih, ibu....
peluk anakmu selalu terangkai dalam bait-bait doa"
ibu... ibu... ibu...
rinduku selalu tersembunyi dan tersimpan hingga aku menemukanmu, lagi.
Manukan, 28 November 2015
hijab prasangka
engkau disangka jauh padahal dekat
engkau dikira tak melihat padahal sangat tampak
engkau dikira tak mendengar padahal sangat gamblang
engkau dikira tak penyayang padahal maha penyayang
mesti bagaimana aku mengubah prasangka mereka kepadamu
sungguh tidak rela, walaupun engkau sangat rela
aku tak kuasa menahan haru seperti anak kecil,
aku hanya bisa menangis melihat ketidakadilan ini
tapi apalah aku ini, seorang monoritas kerdil
mengharap embun di siang hari yang ingin menyegarkan qalbu
aku hanya bisa menyayangi mereka,
mendoakannya bukan karena takut,
tapi aku hanya mengikuti jalanmu jalan yang engkau ridhoi,
aku bukanlah siapapun
aku hanyalah ruh
yang cinta kepadamu, kasih
September 2015
serpihan kasih
Di musim kemarau ini, biasanya begitu terik. Awan pekat seakan memayungi tempatku bernaung. Apakah tanda hujan akan datang?
Owh, alangkah indahnya rumahmu ini. Eloknya hamba-hambamu yang beribadat. Pekerja, akademisi, calon-calon pemimpin. Para ahli akhirat yang telah engkau tetapkan.
Ya Rahman Ya Rahim, terima kasih engkau telah menuntunku kesini. Berkumpul dengan orang-orang beriman atau sekedar mencari tempat yang ekonomis dan sejuk untuk beristirahat.
Bukalah pintu hati mereka Ya Tuhanku. Aku menyayangi mereka. Semoga serpihan rahmat dan barokah itu selalu menaungi mereka. Dan jauhkanlah mereka dari godaan-godaan setan yang terus berusaha menjauhkan mereka darimu.
Aamiin..
maskam UGM, 2 September 2015
peluh Shifa
yaa beginilah.
Disaan ingin berbuat baik tapi susah.
ingin membantu tapi aku ini apa.
karena perspektif membantu saat ini terlalu menjurus ke menyediakan sejumlah dinar.
Tingkat kesuksesan seseorang dinilai dari cara konsumtifnya
sedih, iya, ingin melakukan yang baik tapi selalu salah.
Shifa sadar aku bodoh, bukan orang pintar.
Shifa selalu ingin belajar, bukan yang merasa cukup untuk belajar lagi.
astaghfirullah….
shifa hanya bisa berteriak lantang kepada-Mu di dalam qalbu.
tidak ada seorangpun yang mendengarkan kecali Engkau.
Ampuni Shifa jika Shifa terlalu egois dan merasa benar.
padahal hanya Engkau Yang Maha Benar.
28 Agustus 2015
klisemount
kau tak pernah sombong
walau engkau tinggi nan megah
memberi penghidupan walau engkau diam
elok ronamu memikat mata
engkau simbol agungnya sang pencipta
tak pernah berharap walau selalu memberi
mengayomi semesta menjaga keseimbangan
tanpa pernah dianggap oloeh yang kerdil
aku ingin menggapai puncak-puncakmu
sampai kapan engkau diam?
murkalah ketika engkau ingin marah
semoga mereka ingat.
in front of a mountain, 14 july 2014
egokah aku?
aku pintar untuk menatap esok menggapai dunia,
egokah aku?
aku alim mentaati ajaranmu mencari keabadian,
egokah aku?
aku kuat memikul tanggung jawab menafkahkan rizki,
egokah aku?
ketika surga bisa kubakar dan neraka ingin kusiram,
masih egokah aku?
dan ketika aku rindu untuk menatapmu ternyata aku masih sangat egois
14 july 2015
laraku
sekarang, aku rindu menyapa kemarin
kemarin yang tak mungkin datang kembali
yang mengajakku untuk menjauh
lari dari ketidaklarasan raga yang kucumbu
menyapa perih untuk menembus batas
bukan karena menyerah dalam kelam
karena perih merupakan bagian dari kita
yang tak akan mungkin bisa kita lepas
aku tidak akan lari menghindari sakit hanya karena keegoisanku
tubuh ini, badan ini, raga ini memang akan sakit, tapi aku tetap sehat
dia tetap bersimpuh di raga ini sampai ajal menghampiri
selama aku bisa berteman dengan ia, itu artinya aku akan bertambah kuat
sampai raga ini mencapai batasnya, itu berarti tugasku disini sudah selesai
pakaian jiwa ini sudah habis masa sewanya…
aku hanya tidak akan menyia-nyiakan raga ini untuk melaksanakan tugasku,
disini….
menanti ikhlas
pulangku perlahan menyusuri senja
sembari menanti tanda surya menghilang
ditemani sang hujan yang turun dengan damai
haruskah aku duduk dan berbicara denganmu?
membisikkan kasihnya diantara kata
dengan harap engkau memberi cintamu esok
kutatih lajuku dengan santai menikmati
kusandarkan letih sejenak menanti ikhlas
hingga sempoyong kaki renta menarik tatap
cukup bagiku hidup dengan bayangmu
tanpa kata dan cerita indah belai sayangmu
kesunyian esok adalah harapan,
bukan cinta wahai kekasih,
haruskah aku menjemputmu??
atau membiarkan tulisan ini usang memudar
hanya alam tempat menitipkan rinduku, kepadamu..
tanpa kata, tanpa sapa, tanpa cerita
cukup cahayamu penghias kalbuku
dengan lajuku menuju kembali ke kehampaan.
Jalan Ridho-Mu
Padamkan aku,
Terangi mereka Ya Rabb…
Acuhkan aku,
Perhatikan mereka Gusti…
Kasihanilah mereka,
Jangan kasihani aku…
Murkalah kepadaku yang bodoh ini,
jangan murka kepada mereka yang pintar-pintar..
Sungguh,
Cukup kepada-Mu aku bercerita,
hanya kepada-Mu aku memohon,
Tiada Yang lain selain Engkau…
Allahu Ahad, Allahu Akbar,
Ya Aziz, Ya Ghoffar, Ya Rahman, Ya Adhim.