Category Archives: Poem

hijab prasangka

engkau disangka jauh padahal dekat 
engkau dikira tak melihat padahal sangat tampak
engkau dikira tak mendengar padahal sangat gamblang
engkau dikira tak penyayang padahal maha penyayang
mesti bagaimana aku mengubah prasangka mereka kepadamu
sungguh tidak rela, walaupun engkau sangat rela
aku tak kuasa menahan haru seperti anak kecil,
aku hanya bisa menangis melihat ketidakadilan ini
tapi apalah aku ini, seorang monoritas kerdil
mengharap embun di siang hari yang ingin menyegarkan qalbu
aku hanya bisa menyayangi mereka,
mendoakannya bukan karena takut,
tapi aku hanya mengikuti jalanmu jalan yang engkau ridhoi,
aku bukanlah siapapun
aku hanyalah ruh
yang cinta kepadamu, kasih

September 2015

peluh Shifa

yaa beginilah.

Disaan ingin berbuat baik tapi susah.

ingin membantu tapi aku ini apa.

karena perspektif membantu saat ini terlalu menjurus ke menyediakan sejumlah dinar.

Tingkat kesuksesan seseorang dinilai dari cara konsumtifnya

sedih, iya, ingin melakukan yang baik tapi selalu salah.

Shifa sadar aku bodoh, bukan orang pintar.

Shifa selalu ingin belajar, bukan yang merasa cukup untuk belajar lagi.

astaghfirullah….

shifa hanya bisa berteriak lantang kepada-Mu di dalam qalbu.

tidak ada seorangpun yang mendengarkan kecali Engkau.

Ampuni Shifa jika Shifa terlalu egois dan merasa benar.

padahal hanya Engkau Yang Maha Benar.


28 Agustus 2015

embuh

embuh,

kathah tiyang ingkah tasih dereng perso kang sejati

mboten e tambah sekedik, tapi malah tambah kathah nopo bade kiamat? kulo siap..

pasrah kalih Panjenengan..

kepingin nderek ndandani moral ingkang sampun semeleh

sakmestine nopo menawi susah nggih kulo namun pingin manggen ing ngisor gunung ..

nandur pari angon kebo..

kangen kulo kalih Panjenengan Gusti tapi kulo trenyuh mersani donya niki

kulo pingin ndandani rumiyen, menawi angsal?

kulo diampili makrifatipun Ya Rabb..


ngajeng Sumbing, 27 Agustus 2015

klisemount

kau tak pernah sombong

walau engkau tinggi nan megah

memberi penghidupan walau engkau diam

elok ronamu memikat mata

engkau simbol agungnya sang pencipta

tak pernah berharap walau selalu memberi

mengayomi semesta menjaga keseimbangan

tanpa pernah dianggap oloeh yang kerdil

aku ingin menggapai puncak-puncakmu

sampai kapan engkau diam?

murkalah ketika engkau ingin marah

semoga mereka ingat.


in front of a mountain, 14 july 2014

egokah aku?

aku pintar untuk menatap esok menggapai dunia,
egokah aku?
aku alim mentaati ajaranmu mencari keabadian,
egokah aku?
aku kuat memikul tanggung jawab menafkahkan rizki,
egokah aku?
ketika surga bisa kubakar dan neraka ingin kusiram,
masih egokah aku?
dan ketika aku rindu untuk menatapmu ternyata aku masih sangat egois


14 july 2015

laraku


sekarang, aku rindu menyapa kemarin

kemarin yang tak mungkin datang kembali

yang mengajakku untuk menjauh

lari dari ketidaklarasan raga yang kucumbu


menyapa perih untuk menembus batas

bukan karena menyerah dalam kelam

karena perih merupakan bagian dari kita

yang tak akan mungkin bisa kita lepas


aku tidak akan lari menghindari sakit hanya karena keegoisanku

tubuh ini, badan ini, raga ini memang akan sakit, tapi aku tetap sehat

dia tetap bersimpuh di raga ini sampai ajal menghampiri

selama aku bisa berteman dengan ia, itu artinya aku akan bertambah kuat


sampai raga ini mencapai batasnya, itu berarti tugasku disini sudah selesai

pakaian jiwa ini sudah habis masa sewanya…

aku hanya tidak akan menyia-nyiakan raga ini untuk melaksanakan tugasku,

disini….

menanti ikhlas

pulangku perlahan menyusuri senja
sembari menanti tanda surya menghilang
ditemani sang hujan yang turun dengan damai
haruskah aku duduk dan berbicara denganmu?

membisikkan kasihnya diantara kata
dengan harap engkau memberi cintamu esok
kutatih lajuku dengan santai menikmati
kusandarkan letih sejenak menanti ikhlas
hingga sempoyong kaki renta menarik tatap
cukup bagiku hidup dengan bayangmu
tanpa kata dan cerita indah belai sayangmu

kesunyian esok adalah harapan,
bukan cinta wahai kekasih,
haruskah aku menjemputmu??
atau membiarkan tulisan ini usang memudar
hanya alam tempat menitipkan rinduku, kepadamu..
tanpa kata, tanpa sapa, tanpa cerita
cukup cahayamu penghias kalbuku
dengan lajuku menuju kembali ke kehampaan.

Jalan Ridho-Mu

Padamkan aku,

Terangi mereka Ya Rabb…

Acuhkan aku,

Perhatikan mereka Gusti…

Kasihanilah mereka,

Jangan kasihani aku…

Murkalah kepadaku yang bodoh ini,

jangan murka kepada mereka yang pintar-pintar..

Sungguh,

Cukup kepada-Mu aku bercerita,

hanya kepada-Mu aku memohon,

Tiada Yang lain selain Engkau…

Allahu Ahad, Allahu Akbar,

Ya Aziz, Ya Ghoffar, Ya Rahman, Ya Adhim.